Kamis, 17 Maret 2011

BAGAIMANA MENGAPLIKASIKAN TEORI MULTIPLE INTELLIGENCY DALAM PEMBELAJARAN? (Oleh Nurhadi, M.Pd)

A. PENDAHULUAN

Perkembangan segala bidang kehidupan dewasa ini menunjukan perubahan yang begitu pesat. Hal ini akibat dari efek globalisasi serta perkembangan teknologi informasi yang sangat akseleratif. Kondisi ini jelas telah mengakibatkan perlunya cara-cara baru atau perubahan total kehidupan bangsa dalam menyikapi semua yang terjadi agar dapat tetap survive. Perubahan yang dituntut adalah bidang kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan budaya. Perubahan bidang kehidupan masyarakat, itu berarti tidak terlepas dengan perubahan manusia sebagai sumber daya atau sumber tenaga (SDM). Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan pendidikan. Dalam pendidikan juga dituntut adanya perubahan paradigma lama yang dulu lebih mementingkan produk hanya diukur dari pengetahuan saja, pada era ini lebih dituntut pada keterampilan.
Pendidikan keterampilan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pendidikan. Karena banyaknya lulusan SMA yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi memilih untuk bekerja, tentu saja menjadikan sumber daya manusia yang kurang terampil. Untuk itu perlu adanya pelatihan keterampilan yang berhubungan dengan tuntutan pasar (skill market) yang bervariasi sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Dalam pendidikan masyarakat/pelaksanaan pembelajaran, guru atau pendidik dituntut menguasai keterampilan membelajarkan siswanya agar dapat menguasai keterampilan dasar yang kemudian dikembangkan menjadi keterampilan yang lebih tinggi dalam kehidupannya. Guru harus dapat memfasilitasi siswanya dalam memperluas dan memperdalam pengetahuannya, mengembangkan kreativitas, berinovasi, dan berekspresi sehingga memiliki aneka ragam keterampilan. Menurut Santosa S. Hamijoyo dalam Asri Budiningsih (2004: 111), Keterampilan bukan hanya keterampilan kerja apalagi hanya untuk keterampilan itu sendiri. Keterampilan dalam maknanya yang luas diartikan sebagai keterampilan demi kehidupan dan penghidupan yang bermartabat dan sejahtera lahir dan batin.
Proses pembelajaran yang dulu terpusat pada guru menjadi terpusat pada kurikulum, dan akhirnya berpusat pada siswa atau peserta didik dengan hasil belajar ditentukan oleh komunikasi interaktif. Pola pendidikan masal bagi banyak orang yang selama ini dilakukan berubah menjadi individualized instruction for the masses. Manusia diciptakan unik. Tidak seorang pun manusia di dunia ini yang diciptakan sama, meski kembar sekalipun. Inilah yang sejak lama dalam ilmu pendidikan dikenal dengan konsep perbedaan individual (individual differences). Oleh karena itu, sistem klasikal sebenarnya tidak sesuai dengan konsep perbedaan individual, karena sistem klasikal menganggap semua siswa yang ada di kelas itu dalam banyak aspek dipandang homogen (sama).
Berangkat dari beberapa permasalahan pembelajaran tersebut melalui tulisan ini penulis akan mendiskusikan tentang: (1) apa hakekat belajar dan pembelajaran, (2) bagaimana potensi manusia dalam belajar menurut teori Multiple Intelligency, dan (3) bagaimana aplikasi teori Multiple Intelligency dalam pembelajaran.

B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran
Setiap manusia memiliki potensi kecerdasan, walaupun dengan kadar yang berbeda-beda serta jenis yang beragam. Belajar adalah usaha untuk menghidupkan secara utuh dan alamiah seluruh kecerdasan yang dimiliki individu. Dari sudut pandang teori humanistik, dasar-dasar teori kecerdasan ganda memang sangat humanis, yang memberi tekanan pada positive regards (pandangan positif), acceptance (dukungan), awareness (kesadaran), self-worth (nilai diri) yang kesemuanya itu bermuara pada aktualisasi diri yang optimal. Psikologi humanistik menekankan pada personal growth (perkembangan individu), sesuai dengan arah dari teori kecerdasan ganda.
Pembelajaran adalah suatu proses membangun/memicu, memperkuat, mencerdaskan, dan menstranfer kecerdasan. Pada hakikatnya seorang pendidik adalah seorang fasilitator. Fasilitator baik dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik, maupun konatif (Riyanto Theo: Bruder FIC.or.id © 2002). Seorang pendidik hendaknya mampu membangun suasana belajar yang kondusif untuk belajar-mandiri (self-directed learning). Ia juga hendaknya mampu menjadikan proses pembelajaran sebagai kegiatan eksplorasi diri. Galileo menegaskan bahwa sebenarnya kita tidak dapat mengajarkan apapun, kita hanya dapat membantu peserta didik untuk menemukan dirinya dan mengaktualisasikan dirinya. Setiap pribadi manusia memiliki “self-hidden potential excellece” (mutiara talenta yang tersembunyi di dalam diri), tugas pendidikan yang sejati adalah membantu peserta didik untuk menemukan dan mengembangkannya seoptimal mungkin.
Persoalannya adalah bagaimana menciptakan kondisi kelas bagi tumbuh kembangnya kecerdasan ganda pada diri para siswa, mengingat banyak orang mempersepsi bahwa kelas yang baik adalah kelas yang diam, teratur, tertib, dan taat pada guru. Kelas yang ramai selalu diterima sebagai kelas yang negatif, tidak teratur, walaupun mungkin ramainya kelas tersebut disebabkan karena siswa berdebat, berdiskusi, bereksplorasi, atau kegiatan-kegiatan positif lainnya. Guru-guru yang ada pun seringkali lebih menyukai pada kelas yang tertib, teratur, siswa-siswanya patuh dan tidak kritis.
Pendidikan dan pembelajaran yang mendasarkan pada kecerdasan ganda membuka kesempatan pada para siswanya untuk kritis dan mungkin tidak patuh karena siswa menemukan kebenaran-kebenaran lain dari kebenaran yang dipegang oleh gurunya. Masalahnya, sejauh mana kesiapan para guru dan pengelola pendidikan lainnya dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia Indonesia? Dapatkah sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan lain memenuhi semua fasilitas untuk kepentingan mengasah kecerdasan ganda yang sesuai dengan gaya belajar secara proporsional? Apakah guru atau tenaga-tenaga kependidikan lain siap mengadakan pembaharuan terhadap dirinya? Semua jawaban terpulang pada mereka yang terlibat dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
UNESCO merekomendasikan pembaharuan pendidikan dan pembelajaran yang amat menunjang proses ini, pada lima konsep pokok paradigma pembelajaran dan pendidikan,yaitu: (1) Learning to know: guru hendaknya mampu menjadi fasilitator bagi peserta didiknya. dan sikap tertentu yang ingin dikuasainya, (2) Learning to do: peserta didik dilatih untuk secara sadar mampu melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif dalam ranah pengetahuan, perasaan dan penghendakan, (3) Learning to live together: ini adalah tanggapan nyata terhadap arus deras spesialisme dan individualisme. Sekolah seharusnya mengajarkan “cooperatif learning”, (4) Learning to be: dihayati dan dikembangkan untuk memiliki rasa percaya diri yang tinggi, dan (5) Learning throughout life yaitu bahwa pembelajaran tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu.
Sistem pendidikan hendaknya berpusat pada peserta didik, artinya kurikulum, administrasi, kegiatan ekstrakurikuler maupun kokurikulernya, sistem pengelolaannya harus dirumuskan dan dilaksanakan demi kepentingan peserta didik, bukan demi kepentingan guru, sekolah atau lembaga lain. Pendidikan yang hanya memusatkan pada kepentingan kebutuhan kerja secara sempit harus dikembalikan kepada kepentingan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta didik secara utuh. Seperti misalnya kemampuan bernalar, berpikir aktif-positif, kreatif, menemukan alternatif dan prosesnya menjadi pribadi yang utuh (process of becoming). Peserta didik hendaknya benar-benar dikembalikan sebagai subjek (dan juga objek) pendidikan dan bukannya objek semata-mata.

2. Kecerdasan Manusia Menurut Teori Multiple Intelligences
Teori kecerdasan sebenarnya ada beberapa macam. Beberapa teori yang membahas tentang kecerdasan antara lain teori kecerdasan umum dan teori kecerdasan ganda. Teori kecerdasan umum (general intellegence) memandang bahwa manusia memiliki kemampuan mental umum yang mendasari semua kemampuannya untuk memecahkan permasalahan kognitif (http://istpi.wordpress.com/2008/06/17). Namun pada tulisan ini dibahas khusus tentang teori kecerdasan ganda.
"Multiple Intelligences.” artinya bermacam-macam kecerdasan. Setiap orang memiliki bermacam-macam kecerdasan, tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Prof. Howard Gardner seorang ahli riset dari Amerika melontarkan pertanyaan apakah terpikir seorang jenius dalam bidang musik dites Iq nya? Dapatkah seorang Einstein menciptakan lagu seperti Mozart atau melukis seperti Rembrant? Dari inilah Gardner memperkenalkan dan mempromosikan hasil penelitian Project Zero di Amerika yang berkaitan dengan kecerdasan ganda bahwa tidak ada satuan kegiatan manusia yang hanya menggunakan satu macam kecerdasan, melainkan seluruh kecerdasan yang selama ini dianggap ada 7 kecerdasan dan dalam buku lain menjadi 10 kecerdasan.
Kecerdasan menurut Gardner adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan di dalam latar budaya tertentu. Pemecahan masalah dilakukan dari hal yang sederhana sampai yang kompleks. Seseorang dikatakan cerdas apabila dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam hidupnya dan mampu menghasilkan sesuatu yang berharga bagi manusia. Pokok-pokok pikiran yang dikemukakan oleh Gardner adalah: (1)Manusia mempunyai kemampuan meningkatkan dan memperkuat kecerdasannya. (2) Kecerdasan selain dapat berubah dapat pula diajarkan kepada orang lain. (3) Kecerdasan merupakan realitas majemuk yang muncul di bagian-bagian yang berbeda pada sistem otak atau pikiran manusia. (4) Pada tingkat tertentu, kecerdasan ini merupakan suatu kesatuan yang utuh..Artinya, dalam memecahkan masalah atau tugas tertentu, seluruh macam kecerdasan manusia bekerja bersama-sama, kompak dan terpadu. Kecerdasan yang kuat cenderung memimpin atau melatih kecerdasan lainnya yang lemah. Dikatakan juga bahwa manusia mempunyai berbagai cara untuk mendekati suatu masalah dan hampir semuanya dipelajari secara alami.
Menurut penelitian Howard Gardner dalam setiap diri manusia ada 8 macam kecerdasan dalam memahami dunia nyata, kemudian oleh tokoh lain dikembangkan menjadi 10 macam kecerdasan, yakni:
1. Kecerdasan verbal/bahasa (verbal linguistic intelligence): merupakan kemampuan seorang dalam menggunakan kata-kata, baik secara lisan maupun tulisan, untuk mengekspresikan ide-ide atau gagasan-gagasan yang dimilikinya. Kemampuan ini berkaitan dengan pengembangan bahasa secara umum. Orang yang mempunyai kecerdasan linguistic tinggi akan berbahasa lancer, baik dan lengkap. Ia mudah untuk mengetahui dan mengembangkan bahasa dengan mudah mengerti urutan dan arti kata-kata dalam belajar bahasa, menjelaskan,mengajarkan,dan menceritakan pemikirannya pada orang lain. Misalnya: bahasa, puisi, humor, berpikir simbolik,dan sebagainya.
2. Kecerdasan logika/ matematik (logical/mathematical intelligence): merupakan kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan penggunaan bilangan dan logika secara efektif, seperti yang dimiliki matematikawan, saintis, dan programmer. Termasuk dalam kecerdasan ini adalah kepekaan pada pola logika, abstraksi, kategorisasi, dan perhitungan.orang yang mempunyai kecerdasan ini sangat mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi dalam pemikiran serta cara kerja, berpikir ilmiah, termasuk berpikir deduktif dan induktif akan uncul bila ada masalah baru dan berusaha menyelesaikannya.
3. Kecerdasan visual atau ruang (visual/spatial intelligence): adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang visual secara tepat atau berhubungan dengan kemampuan indera pandang dan berimajinasi, seperti yang dimiki oleh para navigator, pemburu, dan arsitek. Yang termasuk dalam kecerdasan ini adalah kemampuan untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan bentuk benda dalam pikiran dan mengenali perubahan tersebut, menggambarkan suatu hal/benda dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata, serta mengungkapkan data dalam suatu grafik.
4. Kecerdasan tubuh/gerak (body/kinesthetic intelligence): merupakan kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah. Orang yang mempunyai kecerdasan ini dengan mudah mengekspresikan dengan gerak tubuh misalnya menari, permainan olah raga, pantomim, mengetik, dan sebagainya.
5. Kecerdasan musikal/ritmik (musical/rhythmic intelligence): merupakan kemampuan untuk mengembangkan dan mengekspresikan, menikmati bentuk-bentuk musik dan suara, peka terhadap ritme, melodi dan intonasi, serta kemapuan memainkan alat musik, menyanyi, menciptakan lagu, menikmati lagu, dan nyayian. Musik dapat menenangkan pikiran, mamacu kembali aktivitas, memperkuat semangat nasional, meningkatkan iman, dan sebagainya.
6. Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence): berhubungan dengan kemampuan bekerja sama dan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal. Mampu mengenali perbedaan perasaan, temperamen, maupun motivasi orang lain. Pada tingkat lebih tinggi kecerdasan ini dapat membaca konteks kehidupan orang lain. Tampak pada guru, konselor, teraphis, politisi, pemuka agama.
7. Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence): kemampuan pemahaman terhadap aspek internal, seperti perasaan, proses berpikir, refleksi diri, intuisi, dan spiritual. Identitas diri dan kemampuan transeden/ di luar kemampuan manusia. Kecerdasan ini sifatnya paling individual, dan untuk menggunakan diperlukan semua kecerdasan yang lain.
8. Kecerdasan naturalis (naturalistic intelligence): kecerdasan ini memiliki kemapuan mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat memahami dan menikmati alam dan menggunakannya secara produktif dalam bertani, berburu, dan mengembangkan pengetahuan akan alam. Banyak dimiliki oleh pakar lingkungan, misalnya mengenali perubahan lingkungan dengan cara melihat gejala lain seperti adanya daun patah dapat digunakan untuk memastikan siapa yang baru saja melintas.
9. Kecerdasan spiritual (spiritualist intelligence): dimiliki oleh rohaniwan. Kaitannya manusia dengan Tuhan.
10. Kecerdasan eksistensial (exsistensialist intelligence): berkembang melalui kontemplasi/renungan dan refleksi diri. Mereka mampu menyadari dan menghayati keberadaan dirinya dan tujuan hidupnya. Banyak dimiliki para filusuf.
Semua kecerdasan ini sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya berbeda-beda pada masing-masing orang dan pada masing-masing budaya, namun secara keseluruhan semua kecerdasan tersebut dapat diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol kecerdasan-kecerdasan lainnya. Melalui teori kecerdasan ganda (multiple intelligences) ia berusaha menghindari adanya penghakiman terhadap manusia dari sudut pandang kecerdasan (inteligensi). Tidak ada manusia yang sangat cerdas dan tidak cerdas untuk seluruh aspek yang ada pada dirinya. Yang ada adalah ada manusia yang memiliki kecerdasan tinggi pada salah satu kecerdasan yang dimilikinya. Mungkin seseorang memiliki kecerdasan tinggi untuk kecerdasan logika-matematika tetapi tidak untuk kecerdasan musik atau kecerdasan body-kinestetik.
Kecerdasan ganda sebenarnya merupakan teori yang bersifat filosofi. Hal ini tampak pada pandangannya terhadap pendidikan/pembelajaran ditinjau dari sudut pandang kecerdasan ganda lebih mengarah pada hakekat dari pendidikan itu sendiri, yaitu yang secara langsung berhubungan dengan eksistensi, kebenaran, dan pengetahuan. Gambarannya tentang pendidikan diwarnai oleh semangat Dewey yang mendasarkan diri pada pendidikan yang bersifat progresif (kemajuan).
Menurut Amstrong (Asri Budiningsih: 2004: 119), kategori-kategori yang digunakan orang adalah kategori musik, pengamatan ruang, dan body-kinestetik Sedangkan menurut Gardner memasukkan kategori-kategori tersebut ke dalam pengertian kecerdasan dan bukannya talenta atau bakat. Banyak orang mengatakan bahwa seseorang itu tidak cerdas tetapi memiliki bakat musik yang hebat, bagi Gardner hal itu tidak benar. Yang benar seseorang itu kurang pada kecerdasan logika, tetapi kecerdasan musikalnya sangat tinggi.
Untuk memberi dasar teorinya Gardner merancang tes tertentu di mana setiap kecerdasan harus dipertimbangkan sebagai inteligensi yang terlatih dan memiliki banyak pengalaman, yang tidak disebut sebagai talenta. Hal yang penting dalam teori kecerdasan ganda adalah: 1) Setiap orang memiliki kecerdasan-kecerdasan itu; 2) Banyak orang dapat mengembangkan masing-masing kecerdasannya sampai pada tingkat optimal; 3) Kecerdasan biasanya bekerja bersama-sama dengan cara yang unik; 4) Ada banyak cara untuk menjadi cerdas.
Menurut beberapa pakar, teori kecerdasan ganda merupakan model kognitif yang menjelaskan bagaimana individu-individu menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan masalah dan bagaimana hasilnya. Pendekatan Gardner lebih berorientasi pada bagaimana pikiran manusia mengoperasi atau mengolah, menggunakan, menguasai lingkungan. Dengan pengalaman yang menyenangkan akan menjadikan aktivator bagi perkembangan kecerdasan. Sedangkan pengalaman yang tidak menyenangkan menjadi penghambat bagi perkembangan kecerdasan.
Pendidikan/pembelajaran kecerdasan ganda berorientasi pada pengembangan potensi anak, bukan pada idealisme guru, orang tua ataupun yang lainnya. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan ganda antara lain, dengan menyediakan hari-hari karier, studi tour, biografi, pembelajaran terprogram, eksperimen, majalah dinding, papan display, membaca buku-buku untuk mengembangkan kecerdasan ganda. Upaya memberdayakan siswa sendiri berupa self-monitoring dan konseling atau tutor sebaya akan sangat efektif untuk mengembangkan kecerdasan ganda.
Upaya-upaya di atas jika dilakukan akan menjadikan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan sendiri secara tepat, mandiri tidak bergantung pada orang lain, bertanggung jawab, percaya diri, kreatif, mampu berkolaborasi, dan dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik. Kemampuan-kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh manusia-manusia yang hidup di era ekonomi informasi abad global.

Beberapa kelebihan dan kelemahan teori kecerdasan ganda adalah sebagai berikut. Kelebihannya: (1) bersifat personal/individu sehingga teori ini lebih efektif digunakan untuk mengembangkan individu seseorang dalam proses pembelajaran, (2) membuka kesempatan pada para siswanya untuk kritis, (3) menghindari adanya penghakiman terhadap manusia dari sudut pandang kecerdasan (inteligensi). Sedangkan kelemahannya: (1) membutuhkan fasilitas yang lengkap, (2) biaya relatif besar, (3) tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya siap melaksanakan teori ini.

3. Aplikasi Teori Kecerdasan Ganda dalam Pembelajaran
Sekolah yang efektif harus dapat mengenali secara dini kecerdasan masing-masing peserta didik, dan kemudian memberikan layanan yang sesuai dengan tipe kecerdasan yang mereka miliki. Peran penting pendidikan dalam mengembangkan kecerdasan minimal ada tiga macam., (1) mengenalinya secara dini tipe kecerdasan setiap peserta didik, (2) memberikan model layanan pendidikan yang sesuai dengan kecerdasan tersebut, (3) mengasah dan mengembangkan kecerdasan semua peserta didik secara optimal.
Dalam proses belajar mengajar, pendidik setidaknya harus memperhatikan kecenderungan kecerdasan potensial masing-masing peserta didik. Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan logis-matematis pasti akan memiliki gaya belajar (learning style) yang berbeda dengan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan linguistik, bahkan dengan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan ragawi-kinestetis. Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan ragawi-kinestetis akan merasa lega jika diberikan kesempatan untuk terjun ke lapangan olahraga atau ke tempat latihan tari-menari. Demikian juga dengan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan yang lainnya.
Pada prinsipnya, ada tiga gaya mengajar yang paling umum dapat diamati oleh pendidik. Pertama, gaya visual (visual learning), yakni gaya belajar yang lebih suka menggunakan gambar-gambar, bahan bacaan yang dapat dilihat. Kedua, tipe audio, yang lebih suka mendengarkan, misalnya mendengarkan ceramah atau penjelasan dari gurunya, atau mendengarkan bahan audio seperti radio kaset, dan sebagainya. Ketiga, tipe taktil, yang lebih suka menggunakan tangan dan badannya. Peserta didik tipe taktil akan tidak suka diminta duduk manis untuk mendengarkan ceramah guru seperti yang disukai oleh peserta didik yang memiliki gaya audio. Peserta didik gaya taktil akan senang untuk diminta untuk mengerjakan pekerjaan tangan atau mengotak-atik mesin perkakas. Demikianlah keragaman potensi kecerdasan ganda dan gaya belajar peserta didik yang harus medapatkan perhatian pendidik secara seimbang, tidak pilih kasih, tidak diskriminatif.
Strategi dasar dalam pembelajaran kecerdasan ganda bertujuan agar semua potensi anak dapat berkembang. Strategi dasar pembelajarannya dimulai dengan: (1) membangunkan/memicu kecerdasan, yaitu untuk mengaktifkan indera dan menghidupkan kerja otak (2) Memperkuat kecerdasan, yaitu dengan cara memberi latihan dan memperkuat kemampuan membangunkan kecerdasan. (3) Mengajarkan dengan/untuk kecerdasan, yaitu upaya mengembangkan strukutur pelajaran yang mengacu pada kecerdasan ganda. (4) Mentransfer kecerdasan, yaitu usaha untuk memanfaatkan berbagai cara yang dilatihkan di kelas untuk memahami realitas di luar kelas atau pandangan lingkungan nyata. Lebih lanjut Lazear menjelaskan secara lengkap cara pengolahan masing-masing kecerdasan dan bagian otak yang berkaitan dengan kerjanya masing-masing dalam bukunya berjudul” Seven ways of knowing: Teacching for multiple intelligences”.
Untuk dapat mengadakan reformasi pendidikan, hal-hal berikut perlu mendapatkan pertimbangannya: a) siswa dijadikan subjek pendidikan dan pusat proses pembelajaran; b) teori aktivitas diri dan aktif-positif merupakan dasar dari proses pembelajaran; c) tujuan pendidikan dirumuskan berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan siswa daripada tekanan pada penguasaan materi pelajaran; d) kurikulum sekolah disusun dalam kerangka kegiatan bersama atau kegiatan yang bersifat “proyek”; e) perlunya secara rutin kontrol informal di kelas dan sosialisasi mengajar dan belajar atau kegiatan bersama di tengah-tengah arus deras individualisme; g) hendaknya banyak diterapkan keaktifan berpikir dan berargumentasi daripada sekedar menghafal atau mengingat-ingat saja; h) pendidikan hendaknya mengembangkan kreativitas siswa.

C. PENUTUP
Pendidikan dan pembelajaran yang mendasarkan pada kecerdasan ganda membuka kesempatan pada para siswanya untuk kritis dan mungkin tidak patuh karena siswa menemukan kebenaran-kebenaran lain dari kebenaran yang dipegang oleh gurunya. Semangat untuk mengembanlikan posisi siswa sebagai subjek pembelajaran melahirkan teori kecerdasan ganda, walaupun memang masih memerlukan kajian dan banyak pengalaman lapangan. Namun, setidaknya teori ini telah banyak mengingatkan kepada kita bahwa manusia memang diciptakan unik.
Penerapan konsep kecerdasan ganda dapat diterapkan untuk sekolah-sekolah yang sudah mapan dari segi fasilitas pendidikan dan memiliki guru yang memiliki kompetensi tinggi untuk menerapkannya. Kesadaran dari sekolah dan para pendidik bahwa peserta didik adalah manusia unik, yang telah memiliki potensi kecerdasan ganda. Potensi kecerdasan itulah yang harus memperoleh perhatian dari sekolah dan para pendidik, sehingga penyelenggaraan pendidikan benar-benar mampu mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan tipe kecerdasan yang dimilikinya. Bukan mengabaikan, atau bahkan mematikannya. Pendidikan harus dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencapai potensi tertingginya, baik dalam bidang kognitif, emonsional, dan kemampuan kreatifnya.
Sebagai saran, untuk tahap awal—paling tidak—seorang guru hendaknya memperhatikan tiga hal yaitu: (1) mencermati aspek dan gaya belajar siswa yang beragam dan unik, (2) merancang strategi pembelajaran yang—semaksimal kemampuannya—dapat mengakomodasi keragaman dan keunikan gaya belajar siswa tersebut, dan (3) merubah paradigma “menunggu dan memanfaatkan” menjadi “lebih kreatif menciptakan” ide dan inovasi baik dalam hal strategi maupun media pembelajaran. Pedagang profesional adalah mereka yang cerdas dalam membaca peluang pasar, kreatif menyediakan pilihan agar barang yang disediakannnya sesuai dengan selera dan kebutuhan konsumen yang sangat beragam. Apa bedanya dengan tugas seorang guru dalam melayani siswa?
-----------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Riyanto, Theo. 2002. Pembelajaran sebagai Proses Pembimbingan Pribadi. Jakarta: Grasindo.

http://istpi.wordpress.com/2008/06/17

http://www.lazuardi.web.id/2008

http://pksrorotan.multiply.com/reviews/item/5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar