Selasa, 15 Maret 2011

Anda Ingin Mengembangkan Media Pembelajaran?

Edisi ini khusus mengangkat tulisan dari Zulkifli Paputungan dan Yudin Daud tentang "Pengembangan Media Pembelajaran". Tulisan ini merupakan naskah lengkap yang pernah dimuat di http://kiflipaputungan.wordpress.com. Saya selaku teknolog pembelajaran merasa berkewajiban--melalui blog ini--turut menyebarkan hasil penelitian atau kajian ilmiah tentang teknologi pembelajaran agar isi pesannya dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi para guru di Indonesia. Guru, siswa, dan pesan pembelajaran selalu dihantarkan oleh komponen media. Nah bagaimana "kaifiyah" mengembangkan media pembelajaran, mulai dari penyusunan rancangan, penulisan naskah, produksi media dan evaluasi program media, maka berikut ini paparan singkat dari penulis tentang hal itu. Semoga bermanfaat.

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Secara umum, media pendidikan mempunyai kegunaan untuk mengatasi berbagai hambatan, antara lain: hambatan komunikasi, keterbatasan ruang kelas, sikap siswa yang pasif, pengamatan siswa yang kurang seragam, sifat objek belajar yang kurang khusus sehingga tidak memungkinkan dipelajari tanpa media, tempat belajar yang terpencil dan sebagainya.
Media pembelajaran setiap tahun selalu mengalami perkembangan, karena masing–masing media itu mempunyai kelemahan, berdasarkan penggunaannya perlu diadakan penemuan media baru dan pemanfaatan media yang telah diperbaharui. Karena peserta didik cepat merasakan kebosanan, saat menerima pelajaran, sebab dengan media yang kurang menarik akan bersifat verbalistik, maka diadakannya perbaikan media guna menunjang proses belajar mengajar. Untuk mencapai tujuan kurikulum pembelajaran pada proses belajar mengajar maka perlu didukung media dan bahan ajar yang baik yaitu bahan ajar yang mampu menarik minat siswa, sesuai dengan zaman dan tidak menyimpang dari kurikulum.[1]
Kadang – kadang siswa tidak tertarik mempelajari sesuatu materi karena materi pelajaran tersebut membosankan. Untuk menghindari gejala itu guru harus memilih dan mengorganisir materi pelajaran tersebut sedemikian rupa, sehingga merangsang dan menantang siswa untuk mempelajarinya. Dalam hal ini kemampuan profesional guru dituntut, disamping pengalaman. Guru harus kreaktif dalam menyajikan pelajaran yang merangsang dan menantang dengan jalan melakukan pengembangan media pembelajaran, agar siswa lebih termotivasi untuk belajar dan agar tujuan serta proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan sempurna.
2. Rumusan Masalah
Dengan beberapa alasan diatas, penulis merasa perlu untuk membuat sebuah karya ilmiah yang dalam kesempatan ini sekaligus akan di presentasikan pada mata kuliah media dan desain pembelajaran dengan tujuan adanya pengembangan dalam media pembelajaran disekolah, khususnya pada pembelajaran bahasa arab. Pembahasan ini juga sekaligus melahirkan sebuah topik inti yang dibahas dalam karya ilmiah ini, yaitu: Pengembangan Media Pembelajaran meliputi (penyusunan rancangan, penulisan naskah, produksi media dan evaluasi program media).

B. PEMBAHASAN
Untuk melakukan pengembangan media pembelajaran Prosedur pengembangan adalah langkah-langkah prosedural yang harus ditempuh oleh pengembang dalam membentuk produk, pengembang tinggal mengikuti langkah-langkah seperti yang terlihat dalam model pengembangan. Prosedur pengembangan berguna untuk lebih memperjelas tentang bagaimana langkah prosedural yang harus dilalui agar sampai ke produk yang dispesifikasikan.
Prosedur pengembangan media audio visual VCD, berdasarkan model pengembangan[2], sebagai berikut :
1. TAHAP PENYUSUNAN RANCANGAN
Dalam tahapan pembuatan rancangan ini, dilakukan perancangan terhadap isi atau garis besar isi program media yang terdiri dari tiga komponen, yaitu :
1. Penetapan Topik
Topik disebut juga pokok bahasan. Pokok bahasan menjadi dasar pengajaran dan menggambarkan ruang lingkupnya.Topik ditentukan berdasarkan kurikulum yang digunakan guru dalam mengajar.
2. Merumuskan Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional dirumuskan setelah topik ditentukan. Dalam tujuan instruksional disebutkan kemampuan, pengetahuan dan sikap yang diharapkan dimiliki oleh sasaran didik setelah berperan serta dalam proses belajar dengan media.
3. Merumuskan Pokok – Pokok Instruksional
Pokok – pokok materi instruksional merupakan perincian atau penjabaran lebih lanjut dari tujuan yang telah dirumuskan.[3]
4. Analisis Kebutuhan dan Karakteristik Siswa
Dalam proses belajar mengajar yang dimaksud dengan kebutuhan adalah kesenjangan antara kemampuan, keterampilan, dan sikap siswa yang kita inginkan dengan kemampuan, keterampilan, dan sikap siswa yang mereka miliki sekarang. Bila yang kita inginkan, misalnya, siswa dapat menguasai 1000 kosa kata bahasa Inggris, sedangkan saat ini mereka hanya menguasai 200 kata, ada kesemjangan 800 kata. Dalam hal ini terdapat kebutuhan untuk mengajar 800 kata Bahasa Inggris kepada siswa itu.
Bila yang kita inginkan ialah siswa dapat menjumlahkan, mengurangi, mengalikan, dan membagi, sedangkan pada saat ini mereka baru dapat menjumlahkan saja, kebutuhan pembelajaran itu ialah kemampuan dan keterampilan dalam mengurangi, mengalikan dan membagi. Bila yang kita inginkan ialah siswa dapat bersikap bersih dan menghargai kebersihan, sedangkan pada saat ini mereka masi suka membuang sampah sembarangan, belum bersedia mandi dan gosok gigi atas kemauan sendiri, tidak merasa risih memakai baju kotor dan sebagainya, jelas sekali masi terdapat kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan kenyataan dengan ada saat ini. Dari kesenjangan itu dapat diketahui apa yang diperlukan atau dibutuhkan siswa.
Jika kita membuat program media tentu saja kita berharap program yang kita buat itu akan digunakan atau dimanfaatkan oleh siswa. Program tersebut hanya akan digunakan kalau program itu memang akan diperlukan. Jadi, sebelum kita membuat sesuatu program media tentulah kita harus bertanya apakah program itu diperlukan? Untuk dapat menjawab pertanyaan itu kita harus bertanya kemampuan, atau keterampilan, sikap apakah yang ingin dimiliki siswa? Mengenai kemampuan, keterampilan atau sikap yang diinginkan itu dapat diketahui dengan berbagai cara.
Mungkin sesuatu kemampuan atau keterampilan yang diinginkan untuk dimiliki oleh para calon sekretaris. Apa yang diinginkan itu dapat juga merupakan tuntutan lingkungan, misalnya norma masyarakat. Seorang pengendara mobil dituntut untuk dimiliki setiap calon pengemudi calon pengemudi mobil sebelum memperoleh SIM maupun konfensi yang berlaku di masyarakat setempat.
Apa yang diinginkan itu dapat juga dilihat dari tuntutan kurikulum. Siswa kelas enam SD pada akhir tahun ajaran dituntut untuk memiliki sejumlah kemampuan, dan sikap yang telah dirumuskan dalam kurikulum. Pada awal tahun ajaran tentu terdapat kesenjangan yang sangat besar antara apa yang dituntut oleh kurikulum itu dengan apa yang telah dimiliki siswa. Kesemjangan itulah yang merupakan kebutuhan siswa kelas enam itu yang merupakan acuan bagi guru dalam menyusun bahan ajaran yang perlu diberikan kepada siswa.
5. Perumusan tujuan
Tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan kita. Tujuan dapat memberi arah tindakan yang kita lakukan. Tujuan ini juga dapat dijadikan acuan ketika kita mengukur apakah tindakan kita betul atau salah, ataukah tindakan kita berhasil atau gagal.
6. Pengembangan Materi Pembelajaran
Ibaratkan orang mau bepergian, setelah tempat yang akan dituju jelas langkah berikut yangperlu dipikirkan ialah bagaimana caranya supaya sampai ke tempat yang akan dituju itu? Dalam proses belajar mengajar ini hal serupa itu harus dilakukan pula. Setelah tujuan instruksional jelas, setelah kita mengetahui kemampuan dan keterampilan apa yang diharapkan dapat dilakukan siswa, kita harus memikirkan bagaimana caranya supaya siswa memiliki kemampuan dan keterampilan tersebut. Bahan pelajaran apa yang harus dipelajari atau pengalaman belajar apa yang harus dilakukan siswa supaya tujuan instruksional itu tercapai?
Untuk dapat mengembangkan bahan instruksional yang dapat mendukung tercapainya tujuan itu, tujuan yang telah dirumuskan tadi harus dianalisis lebih lanjut. Seperti halnya pada waktu kita merumuskan tujuan khusus kita bertanya kemampuan apa yang harus dimiliki siswa sebelum ia memiliki kemampuan apa yang dituntut oleh tujuan umum itu, demikian pulalah yang harus kita lakukan dalam kita mengembangkan bahan yang harus dipelajari siswa. Setiap tujuan instruksional khusus harus kita analisis.
Kepada setiap tujuan itu pertanyaan yang harus kita ajukan: kemampuan apa yang harus dimiliki siswa sebelum siswa memiliki kemampuan yang dituntut oleh tujuan khusus ini? Dengan cara ini kita akan mendapatkan sub kemampuan dan sub keterampilan, serta sub-sub kemampuan dan sub-sub keterampilan. Bila semua sub kemampuan dan keterampilan serta sub-sub kemampuan dan keterampilan telah kita identifikasi kita akan memperoleh bahan instruksional terperinci yang mendukung tercapainya tujuan itu.
7. Perumusan Alat Pengukur Keberhasilan
Dalam setiap kegiatan instruksional, kita perlu mengkaji apakah tujuan instruksional dapat dicapai atau tidak pada akhir kegiatan instruksional itu. Untuk keperluan tersebut kita perlu mempunyai alat yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa.
Alat pengukur keberhasilan siswa ini perlu dirancang dengan seksama dan seyogyanya dikembangkan sebelum naskah program media ditulis atau sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan. Alat ini berupa tes, penugasan, ataupun daftar cek perilaku.
Alat pengukur keberhasilan harus dikembangkan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan pokok-pokok materi pembelajaran yang akan disajikan kepada siswa. Hal yang diukur atau yang dievaluasi ialah kemampuan, keterampilan atau sikap siswa yang dinyatakan dalam tujuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan instruksional itu.

2. PENULISAN NASKAH
1. Pengertian
Dalam tahapan penulisan naskah, format rancangan isi program media ini dituangkan atau dialihkan ke dalam naskah. Ada beberapa langkah dalam pembuatan naskah.[4] langkah pembuatan naskah mencakup :
1) Menulis rasional dari produk yang dibuat.
2) Membuat synopsis.
3) Menetapkan identitas program.
4) Merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus dan Tujuan
5) Pembelajaran Umum.
6) Mengidentifikasi audience.
7) Mengidentifikasi garis-garis besar program pembelajaran, GBIP terdiri dari Produk Media, Mata Pelajaran, Sasaran, Durasi, Topik,Tujuan Umum, Tujuan Khusus, Pokok-Pokok Mater dan Sumber.
8) Menetapkan treatment.
9) Membuat naskah, naskah terdiri dari spesifikasi program.
Dalam tahap ini pokok-pokok materi instruksional yang telah diuraikan pada bab terdahulu perlu diuraikan lebih lanjut untuk kemudian disajikan kepada siswa. Penyajian ini dapat disampaikan melalui media yang sesuai atau yang dipilih. Supaya materi instruksional tersebut dapat disampaikan melalui media itu, materi tersebut perlu dituangkan dalam tulisan dan atau gambar yang akan kita sebut naskah program media.[5]
Naskah program media bermacam-macam. Tiap-tiap jenis mempunyai bentuk naskah yang berbeda. Tetapi pada dasarnya, maksud dalam naskah tersebut sama yaitu sebagai penuntun ketika kita memproduksi program media itu. Artinya, naskah tersebut menjadi penuntun kita dalam mangambil gambar dan merekam suara. Naskah ini berisi urutan gambar dan grafis yang perlu diambil oleh kamera serta bunyi dan suara yang harus direkam.
Pada umumnya, lembaran naskah dibagi menjadi dua kolom. Pada naskah media audio (radio dan kaset) kolom sebelah kiri merupakan seperempat bagian halaman dan pada kolom ini dituliskan nama pelaku, dan jenis suara yang harus direkam. Kolom sebelah kanan berisi narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku, nama lagu, dan suara-suara yang harus direkam.
Pada naskah film bingkai, film, dan video/tv lembaran naskah dibagi dua sama lebar. Kolom sebelah kiri dicantumkan urutan gambar yang harus diambil kamera serta penjelasan tentang sudut pengambilan gambar itu.pada kolom sebelah kiri itu akan dapat dibaca apakah gambar harus diambil dalam close up, medium shot, long shot, dan sebagainya. Kalau gambar harus diambil dari kiri bergerak ke kanan, atau dari bawah ke atas, atau dari jauh mendekat, dan sebaliknya, hal-hal yang seperti itu dijelaskan juga di kolom sebelah kiri. Di kolom sebelah kanan dituliskan narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku, serta musik dan suara-suara yang harus direkam.
Dalam menuliskan naskah semua informasi yang tidak akan disuarakan (dibaca bersuara) oleh pelaku harus ditulis dengan huruf besar sementara itu, narasi dan percakapan yang akan dibaca oleh pelaku ditulis dengan huruf kecil. Uraian lebih lanjut tentang naskah untuk masing-masing media akan diberikan kemudian.
1. Treatment
Sebelum naskah ditulis, kita harus menuliskan treatmentnya dulu. Treatment adalah uraian berbentuk esai yang menggambarkan alur penyajian program kita. Dengan membaca treatment ini kita akan dapat mempunyai gambaran tentang urutan visual yang akan nampak pada media serta narasi atau percakapan yang akan menyertai gambar itu. Bila musik dan efek suara akan digunakan, hal tersebut akan tergambar juga dalam treatment ini.[6]
Sebuah treatment yang baik selain memberi gambaran tentang urutan adegan juga memberikan gambaran suasana atau mood dari program media itu. Treatment ini biasanya digunakan oleh pemesan naskah dan penulis naskah dalam mencari kesesuaian pendapat mengenai alur penyajian program media yang akan diproduksi. Setelah treatment disetujui, treatment tersebut digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan naskah selanjutnya.
1) Penulisan Naskah Audio
Media audio adalah sebuah media yang hanya mengandalkan bunyi dan suara untuk menyampaikan informasi dan pesan. Program audio dapat menjadi indah dan menarik karena program ini dapat menimbulkan daya fantasi pada pendengarnya. Karena itu, sesuatu program audio akan sangat efektif bila dengan menunggankan bunyi dan suara kita dapat merangsang pendengar untuk menggunakan daya imajinasinya sehingga ia dapat memvisualkan pesan-pesan yang ingin kita sampaikan. Media audio ini meliputi radio, kaset audio, dan laboratorium bahasa.
Berikut ini beberapa petunjuk yang perlu kita ikuti bila kita menulis naskah program media audio.
1. Bahasa.
Bahasa yang digunakan dalam media audio adalah bahasa percakapan, bukan bahasa tulis.
2. Musik dalam program audio.
Sesuai penjelasan sebelumnya, program audio hanya mengandalkan kepada bunyi dan suara saja. Agar pendengar tidak bosan mendengar program kita dan program kita tidak terasa kering, kita perlu menggunakan musik dalam program kita. Fungsi musik yang utama dalam hal ini ialah menciptakan suasana. Karena itu, musik perlu dipilih dengan hati-hati. Bila program bersuasana gembira, misalnya, diiringi oleh musik yang bersuasana sedih, tentu akan terasa sangat janggal.
3. Keterbatasan daya konsentrasi.
Berdasarkan penelitian yang diadakan, daya konsentrasi orang dewasa untuk mendengarkan berkisar antara 25 s/d 45 menit, sedangkan pada anak-anak hanya 15 s/d 25 menit.
4. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam naskah.
Istilah-istilah yang biasa digunakan dalam penulisan naskah audio diuraikan di bawah ini.
2) Penulisan Naskah Film Bingkai
Berbeda dengan program audio, pada film bingkai pesan dapat disampaikan melalui dua saluran, yaitu audio dan visual. Karena itu, menulis naskah program bingkai tidak diperlukan narasi atau percakapan yang panjang-panjang seperti dalam program audio. Informasi yang sudah dapat diberikan oleh visual tidak perlu diberikan lagi oleh narasinya.
3) Penulisan Naskah Film dan Video
Penulisan naskah secara teoritis merupakan komponen dari pengembangan media. Secara lebih praktis, hal tersebut merupakan bagian dari serangkaian kegiatan produksi media melalui tahap-tahap pe-rencanaan dan desain, pengembangan, serta evaluasi.
Seperti halnya penulisan pada umumnya, penulisan naskah film maupun video juga dimulai dengan identifikasi topik atau gagasan. Dalam pengembangan instruksional, topik maupun gagasan dirumuskan dalam tujuan khusus kegiatan instruksional atau pembelajaran. Konsep gagasan, topik, maupun tujuan yang khusus kemudian dikembangkan menjadi naskah dan diproduksi menjadi program film atau video. Dalam praktik, rangkaian kegiatan untuk mewujudkan gagasan menjadi program film atau video ini secara bertahap dilakukan melalui pembuatan sinopsis, treatment, storyboard atau perangkat gambar cerita, skrip atau naskah program dan skenario atau naskah produksi. Naskah merupakan persyaratan yang harus ada untuk suatu program yang terkontrol isi dan bentuk sajiannya ( bandingkan dengan program ‘live’ yang diambil begitu saja apa adanya meskipun dapat direka rambu-rambu pengendaliannya).
Di bawah ini kita bahas satu per satu tahap-tahap kegiatan tersebut.
1. Sinopsis.
Dalam praktik, sinopsis diperlukan untuk memberikan gambaran secara singkat dan padat tentang tema atau pokok materi yang akan digarap. Tujuan utamanya adalah mempermudah pemesan menangkap konsepnya, mempertimbangkan kesesuaian gagasan dengan tujuan yang ingin dicapainya, dan menentukan persetujuannya.
2. Treatment.
Agak berbeda dengan sinopsis, treatment mencoba memberikan uraian ringkas secara deskriptif (bukan tematis) tentang bagaimana suatu episode cerita atau rangkaian peristiwa instruksional (instructional events) nantinya akan dianggap sebagai ilustrasi perbandingan, di bawah ini akan dapat Anda ikuti beda antara suatu sinopsis dan treatment yang dikembangkan dari tema yang sama, yaitu “terdampar di pulau karang”.
sinopsis
“Episode menggambarkan suatu kecelakaan kapal ‘Impian’. Dua orang, seorang kakek dan cucu gadisnya berhasil menyelamatkan diri kepantai pulau karang”.
treatment
“ Cerita diawali dengan fajar menyingsing di ufuk timur sebuah pulau karang yang sepi dan gersang. Di kejauhan masi tampak samar-samar bingkai kapal “Impian” yang terdampar. Dua sosok tubuh kelihatan bergelantungan pada sebilah papan yan terapung-apung tidak jauh dari tempat kejadian. Dengan susah paya mereka mulai nerenang-renag menempuh gelombang dan berjalan tersuruk-suruk menuju pantai pulau karang yang gersang diiringi gemericiknya riak gelombang air laut yang kini telah mulai redah, dan seterusnya”.
3. Storyboard.
Rangkaian kejadian seperti dilukiskan dalam treatment tersebut kemudian divisualkan dalam perangkat gambar atau sketsa sederhana pada waktu berukuran lebih kurang 8 x 12 cm. Tujuan pembuatan storyboard antara lain adalah untuk melihat apakah tata urutan peristiwa yang akan divisualkan telah sesuai dengan garis cerita (plot) maupun sekuens belajarnya. Di samping itu juga untuk melihat kesinambungan (kontinuitas) arus ceritanya sudah lancar. Storyboard juga dapat dipergunakan sebagai momen-momen pengambilan (shots) menggantikan apa yang lazim disebut “shooting Breakdown”.
4. Skrip atau naskah program
Keterangan-keterangan yang didapat dari hasil eksperimen coba-coba dengan storyboard tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk skirp atau naskah program menurut tata urutan yang dianggap sudah benar. Dalam perbuatan program film maupun video, skrip atau naskah program merupakan daftar rangkaian peristiwa yang akan dipaparkan gambar demi gambar dan penuturan demi penuturan menuju tujuan perilaku belajar yang ingin dicapai. Format penulisan skrip untuk program film dan program video pada prinsipnya sama, yaitu dalam bentuk skontro atau halaman berkolom dua; sebelah kira untuk menampilkan bentuk visualisasinya dan sebelah kanan untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan suara termasuk dialog, narasi, maupun efek suara. Tujuan utama suatu skrip atau naskah program adalah sebagai peta atau bahan pedoman bagi sutradara dalan mengendalikan penggarapansubstansi ke dalam suatu program. Karena itu skirsp yang baik akan dilengkapi dengan tujuan, sasaran, sinopsis, treatment, dan bila berperang yang terlibat di dalamnya.
5. Skenario
Bila di atas disebutkan bahwa skrip terutama ditujukan untuk bahan pegangan sutradara, skenariolebih merupakan petunjuk operasional dalam pelaksanaan produksi atau pembuatan programnya. Skenario sangat bermanfaat bagi teknisi dan kerabat produksi yang akan melaksanakannya dengan tanggung jawab teknis operasional. Dalam skenario inilah beda antara film dan video akan tanpak karena video mempunyai efek visual tertentu yang tidak dimiliki oleh media film, misalnya dissolve, wipe, superimpose, split image, dan sebagainya. Pengaruh lain yang juga tercermin dalam penulisan skenario adalah beda dalam pendekatannya. Bila dalam pendekatan filmis perpindahan umumnya bersifat ‘cut-to-cut’ dan pengambilannya boleh meloncat-loncat dengan pengelompokkan menurut keadaan waktu, cuaca, lokasi maupun sifatnya (di dalam atau di luar gedung/studio), perpindahan dalam pendekatan video transisional dan bersifat sekuensial. Dengan singkat, skenario untuk program video mempergunakan lebih banyak istilah-istilah atau “bahasa” produksi dan petunjuk-petunjuk teknis operasional bagi kerabat dan teknisi produksi.[7]
3. PRODUKSI MEDIA
a) Pengertian
Sebelumnya sudah disinggung bahwa naskah itu berguna untuk dijadikan penuntun dalam produksi. Naskah adalah rancangan produksi. Dengan naskah itu dipandu harus mengambil gambar, merekam suara, memadukan gambar dan suara, memasukkan musik dan FX, serta menyunting gambar dan suar itu supaya alur penyajiannya sesuai dengan naskah, menarik dan mudah diterima oleh sasaran. Semua kegiatan itu disebut kegiatan produksi.
Kegiatan produksi ini memiliki tiga kelompok personil yang terlibat, yaitu sutradara atau pemimpin produksi, kerabat kerja, dan pemain. Ketiga kelompok personil itu mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda namun semuanya menuju satu tujuan yaitu menghasilkan program media yang mempunyai mutu teknis yang baik.
Program produksi memiliki tingkat kerumitan yang berbeda antara media yang satu dengan media yang lainnya. Produksi audio dapat dilakukan oleh seorang sutradara dengan dibantu dua orang teknisi dan beberapa orang pemain. Dalam produksi film bingkai jumlah kerabat kerja yang diperlukan sudah lebih banyak, kecuali lerabat kerja untuk merekan audionya sutradara perlu dibantu pula oleh juru kamera, dan grafik artis. Pada produksi TV/Video dan film jumlah kerabat kerja tersebut sudah menjadi lebih kompleks. Selain itu, juru audio dan grafik artis diperlukan juga juru kamera lebih dari seorang, juru lampu, juru rias, pengatur setting, juru perlengkapan dan juru catat. Karena kompleksnya pekerjaan, sutradara perlu dibantu oleh pembantu sutradara.
b) Produksi Audio
(1) Studio Produksi
Program audio direkam di dalam suatu studio produksi atau sering juga disebut studio rekaman. Studio ini terdiri dari dua ruangan, yaitu ruang kontrol dan studionya, yang ke duanya dibatasi oleh dinding berjendela kaca sehingga orang yang ada dalam dua ruangan itu dapat saling melihat.[8]
Ruang kontrol dilengkapi alat rekaman. Ruangan ini biasanya terdiri dari alat rekaman audio, alat pemutar audio, alat pemadu suara, dan tombol pengatur suara. Di samping itu, ruangan tersebut memiliki alat untuk penyunting suara.
Ruang studio adalah sebuah ruangan yang kedap suara. Ruang ini dilengkapi dengan berbagai mikropon, tempat untuk duduk pemain, alat musik, misalnya piano, perlengkapan untuk membuat FX, dan pengeras suara. Kedua ruangan tersebut dihubungkan dengan interkom, yang memudahkan orang di ruang kontrol berkomunikasi dengan orang-orang di dalam studio.
c) Produksi film bingkai
(1) Jenisnya
Produksi program film bingkai memiliki dua jenis kegiatan produksi yang dapat dilakukan secara berurutan.
1. Produksi visual
Pada bagian ini produksi visual yang meliputi gambar-gambar grafis dan caption serta gambar-gambar yang dapat diambil dari benda sesungguhnya atau modelnya diproduksi semuanya.
2. Produksi audio.
Produksi audio yaitu narasi dan musik serta sound effect.cara memproduksinya sama dengan memproduksi program audio yang telah diuraikan di bagian terdahulu. Bahkan biasanya lebih sederhana. Hal yang perlu diperhatikan ialah narasi dan musik serta FX-nya harus sesuai dengan visualisasinya.
3. Alat yang Diperlukan, antara lain:
• Kamera
• Film yang digunakan
• Tiang penyagga untuk mengkopi
• Alat perekam audio.
4. EVALUASI PROGRAM MEDIA
Menurut Sujana[9], evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan kriteria tertentu. Sedangkan menurut Joesmani (1998:19) [10]mengemukan evaluasi adalah suatu proses menentukan sampai seberapa jauh kemampuan yang dapat dicapai oleh siswa dalam proses pembelajaran.
Media apa pun yang dibuat, seperti kaset audio film bingkai, film rangkai, transparansi OPH, film, video ataupun gambar, dan permainan/simulasi perlu dinilai terlebih dahulu sebelum dipakai secara luas. Penilaian (evaluasi) ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah media yang dibuat tersebut dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Hal ini penting untuk diingat dan dilakukan karena banyak orang beranggapan bahwa sekali membuat media, pesti seratus persen ditanggung baik. Anggapan iti sendiri tidaklah keliru. Hal itu karena sebagai pengembang media secara tidak langsung, telah diturunkan hipotesis bahwa media yang dibuat tersebut dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik. Hipotesis tersebut perlu dibuktikan dengan mengujicobakannya ke sasaran yang dimaksud.
a) Macam Evaluasi
Ada dua macam bentuk pengujicobaan media yang dikenal, yaitu evaluasi formatis dan evaluasi sumatif. Berikut ini dua bentuk pengujicobaan tersebut.
Evaluasi formatif adalah proses yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang evektifitas dan evisiensi bahan-bahan pembelajaran (termasuk ke dalamnya media). Tujuannya untuk mencapai ujuan yang telah ditetapkan. Data-data tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan media yang bersangkutan agar lebih efektif dan efisien.
Dalam bentuk finalnya, setelah diperbaiki dan disempurnakan, perlu dikumpulkan data. Hal itu untuk menentukan apakah media yang dibuat patut digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Di samping itu, untuk menentukan apakah media tersebut benar-benar efektif seperti, yang dilaporkan. Jenis evaluasi ini disebut evaluasi sumatif.
Kegiatan evaluasi dalam program pengembangan medis pendidikan akan dititikberatkan pada kegiatan evaluasi formatif. Adanya komponen evaluasi formatif dalam proses pengembangan media pendidikan, membedakan prosedur empiris ini dari pendekatan-pendekatan filosofis dan teoritis. Efektifitas dan efisiensi media yang dikembangkan tidak hanya bersifat teoritis, tetapi benar-benar telah dibuktikan dilapangan.[11]
b) Tahap Evaluasi
Ada tiga tahapan evaluasi formatif, yaitu efaluasi lawan setu (one to one), evaluasi kelompok kecil (small group evaluation), dan evaluasi lapangan (field evaluation).
(1) Evaluasi satu lawan satu
Pada tahap ini pilihan dua siswa atau lebih yang dapat mewakili populasi target dari mereka yang dibuat. Sajikan media tersebut kepada mereka secara individual. Kalau media itu didisain untuk belajar mandiri, biarkan siswa mempelajarinya, sementara Anda mengamatinya. Kedua orang siswa yang telah dipilih tersebut, hendaknya satu orang dari populasi target yang kemampuan umumnya sedikit dibawah rata-rata dan satu orang lagi diatas rata-rata.
Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut.
1. Jelaskan kepada siswa bahwa Anda sedang merancang suatu media baru dan ingin mengetahui bagaimana reaksi siswa terhadap media yang sedang dibuat.
2. Katakan kepada siswa bahwa apabila nanti siswa berbuat salah, hal itu bukanlah karena kekurangan dari siswa, tetapi karena kekurangsempurnaan nedia tersebut, sehingga perlu diperbaiki.
3. Usahakan agar siswa bersikap rileks dan bebas mengemukakan pendapatnya tentang media tersebut.
4. Berikan tes awal untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dan pengetahuan siswa terhadap topik yang dimediakan.
5. Sajikan media dan catat berapa lama waktu yang Anda butuhkan, termasuk siswa untuk menyajikan/mempelajari media tersebut. Catat pula bagaimana reaksi siswa dan bagian-bagian yang sulit dipahami; apakah contoh-contohnya, penjelasannya, petunjuk-petunjuknya, ataukah yang lain.
6. Berikan teks untuk mengukur keberhasilan media tersebut (post test).
7. Analisis informasi yang terkumpul.
Berapa informasi yang dapat diperoleh melalui kegiatan ini antara lain kesalahan pemilihan kata atau uraian-uraian yang tak jelas, kesalahan dalam memilih lambang-lambang visual, kurangnya contoh, terlalu banyak atau sedikitnya materi, urutan penyajian yang keliru, pertanyaan atau petunjuk kurang jelas, tujuan tak sesuai dengan materi, dan sebagainya.
Jumlah dua orang untuk kegiatan ini adalah jumlah minimal. Setelah selesai, dapat diujicobakan kepada beberapa orang siswa yang lain dengan prosedur yang sama. Selain itu, dapat juga diujicobakan kepada ahli bidang studi (content expert). Mereka sering kali memberikan umpan balik yang bermanfaat. Atas dasar data atau informasi dari kegiatan-kegiatan tersebut akhirnya revisi dilakukan sebelum media dicobakan ke kelompok kecil.
1. Evaluasi Kelompok Kecil
Pada tahap ini, media perlu dicobakan kepada 10-20 orang siswa yang dapat mewakili populasi target. Kalau media tersebut dibuat untuk siswa kelas 1 SMP, pilihan 10-20 orang siswa dari kelas 1 SMP. Mengapa harus dalam jumlah tersebut? Hal itu disebabkan kalau kurang dari 10 data yang diperoleh kurang dapat menggambarkan populasi target. Sebaliknya, jika lebih dari dua puluh data atau informasi yang diperoleh melebihi yang diperlukan. Akibatnya kurang bermanfaat untuk dianalisis dalam evaluasi kelompok kecil.
Siswa yang dipilih dalam kegiatan ini hendaknya mencerminkan karakteristik populasi. Usahakan sampel etrsebut terdiri dari siswa-siswa yang kurang pandai, sedang, dan pandai, laki-laki dan perempuan; berbagai usia dan latar belakang.
Prosedur yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut.
1. Jelaskan bahwa media tersebut berada pada tahap formatif dan memerlukan umpan balik untuk menyempurnakannya.
2. Berikan tes awal (pretest) untuk mengukur kemampuan dan pengetahuan siswa tentang topik yang dimediakan.
3. Sajikan media atau minta kepada siswa untuk mempelajari media tersebut.
4. Catat waktu yang diperlukan dan semua bentuk umpan balik (langsung ataupun tak langsung) selama penyajian media.
5. Berikan tes untuk mengetahui sejauh mana tujuan dapat tercapai (post test).
6. Bagikan kuesioner dan minta siswa untuk mengisinya. Apabila mungkin, adakan diskusi yang mendalam dengan beberapa siswa. Beberapa pertanyaan yang perlu didiskusikan antara lain: a). menarik tidaknya media tersebut, apa sebabnya b). mengerti tidaknya siswa akan pesan yang disampaikan c). konsistensi tujuan dan materi program; cukup tidaknya atau jelas tidaknya latihan dan contoh yang diberikan. Apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah ditanyakan lewat kuesioner, informasi yang lebih detail dan jauh dapat dicari lewat diskusi ini.
7. Analisis data yang terkumpul.
1. Evaluasi Lapangan
Evaluasi lapangan atau field evaluetion adalah tahap akhir dari evaluasi formatif yang perlu dilakukan. Usahakan memperoleh situasi yang semirip mungkin dengan situasi sebenarnya. Setelah melalui dua tahap evaluasi di atas tentulah media yang dibuat sudah mendekati kesempurnaan. Namun dengan itu masi harus dibuktikan. Melalui evaluasi lapangan inilah, kebolehan media yang kita buat itu diuji. Pilih sekitar tiga puluh orang siswa dengan berbagai karakteristik (tingkat kepandaian, kelas, latar belakang, jenis kelamin, usia, kemajuan belajar, dan sebagainya) sesuai dengan karakteristik populasi sasaran.
Satu hal yang perlu dihindari baik untuk dua tahap evaluasi terdahulu maupun lebih-lebih lagi untuk tahap evaluasi lapangan adalah apa yang disebut efek halo (hallo effect). Situasi seperti ini muncul apabila media dicobakan pada kelompok responden yang salah. Maksudnya, kita dapat membuat program film bingkai lalu mencobakannya kepada siswa-siswa yang belum pernah melihat program film bingkai atau transportasi OHP dan film, kepada siswa-siswa yang belum pernah memperoleh sajian dengan transparansi atau melihat film. Pada situasi seperti ini, informasi yang diperoleh banyak dipengaruhi oleh sifat kebaruan tersebut sehingga kurang dapat dipercaya.
DAFTAR PUSTAKA
Joesmani. Pengukuran dan Evaluasi dalam Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud. 1988.
Ftaman blog di : http://ftaman.wordpress.com/2010/01/11/pengembangan-desain-pembelajaran/, diakses pada tanggal 25-April-2010.
Hamalik, Umar, Media Pendidikan. Bandung : Citra Aditya Bakti, 1994.
Haryono. Pengembangan Model Pembelajaran. Semarang : UNNES Press, 1987.
Sadiman, Arief, et al., eds. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, Dan
Pemanfaatan. Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2008.
Sudjana, Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sumber Baru Al Gen Sindo. 2000
________________________________________
footnote:
[1] Umar Hamalik, Media Pendidikan. (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2009), h. 32.
[2] Haryono. Pengembangan Model Pembelajaran. (Semarang : UNNES Press, 1987). h.5.
[3] Ibid., h.9.
[4] Ibid., hal.14
[5] Arief S. Sadiman, et al., eds., Media Pendidikan: (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h.116.
[6] Ibid., h.117.
[7] Ibid., h.159
[8] Ibid., h.166
[9] Sudjana, Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar. (Bandung : Sumber Baru Al Gen Sindo, 2000), h.111.
[10] Joesmani, Pengukuran dan Evaluasi dalam Pembelajaran. (Jakarta: Depdikbud, 1988), h.19.
[11] Ibid., h.182.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar